Rabu, 25 April 2012

Mengenang perjuangan rakyat Sambilegi, Maguwoharjo

Sambilegi-JCM, (25/4). Banyak diantara kita para pemuda penerus bangsa yang masih belum sadar arti sebuah PERJUANGAN, perjuangan membela kepentingan bangsa, membela hak-hak rakyat kecil, demi terwujudnya kedamaian dan kesejahteraan rakyat. Dahulu perjuangan dilandasi keiklasan, mempertaruhkan nyawa, harta benda. Penjajah kolonialisme menguasai negeri ini, mengambil kekayaan negeri dan merampas hak-hak penduduk negri ini, sekarang negeri ini "dijajah" sosok kolonialisme modern, telah merasuk dalam darah berlabel haus akan kekuasaan. Sudah layakkah para petinggi negeri, pejabat, menteri menuntut gaji yang tinggi, tetapi masih bermuka topeng dihadapan Rakyat. “JAS MERAH”, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, demikian diucapkan Bung Karno dalam pidatonya yang terakhir pada HUT RI tanggal 17 Agustus 1966. JAS MERAH yang dikumandangkan Bung Karno agaknya harus dicamkan benar oleh bangsa kita dewasa ini.

Monumen Sambilegi

Deskripsi : berbentuk tugu setinggi kurang lebih 1,5 meter, diatas batur seluas 16 meter. Dasar tugu merupakan alas berlapis tiga. Relief yang tertera pada tugu merupakan lambang laskar rakyat, yaitu obor yang menyala, bambu runcing dan senapan bersilang, padi dan kapas, serta dibingkai rantai yang tidak putus.
Sejarah : dalam upaya menghambat pergerakan pasukan Belanda dari pangkalan Adi Sucipto, laskar rakyat mengadakan perlawanan di dusun Sambilegi, Maguwoharjo. Dalam peristiwa ini telah gugur 10 orang pejuang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1948
Monumen ini dibangun oleh Pemda Sleman untuk memperingati pertempuran yang terjadi di dusun Sambilegi tersebut. (tridadi)
Daftar yang gugur :
1. Bkri Laskar
2. Parto Surijo
3. Arjo Sentono
4. Harjo Sentono
5. Karso Pawiro
6. Kasan Pawiro
7. Sadinomo
8. Kariyo Loso
9. Basiro
10. Sastrohariono
 Abdulrahman Saleh


Abdulrahman Saleh, Prof. dr. Sp.F, Marsekal Muda Anumerta, (lahir di Jakarta, 1 Juli 1909 – meninggal di Maguwoharjo, Sleman, 29 Juli 1947 pada umur 38 tahun) atau sering dikenal dengan nama julukan "Karbol" adalah seorang pahlawan nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia (RRI) dan bapak fisiologi kedokteran Indonesia.
julukan "Karbol"
Mengharapkan semua lulusan Akademi Angkatan Udara dapat mencontoh keteladanan dan mampu mencapai kualitas seorang perwira seperti Abdulrachman Saleh, para taruna AAU dipanggil dengan nama Karbol.

Kegiatan kedokteran dan militer
Setelah ia memperoleh ijazah dokter, ia mendalami pengetahuan ilmu faal. Setelah itu ia mengembangkan ilmu faal ini di Indonesia. Oleh karena itu, Universitas Indonesia pada 5 Desember 1958 menetapkan Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia.
Ia juga aktif dalam perkumpulan olah raga terbang dan berhasil memperoleh ijazah atau surat izin terbang. Selain itu, ia juga memimpin perkumpulan VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), sebuah perkumpulan dalam bidang radio. Maka sesudah kemerdekaan diproklamasikan, ia menyiapkan sebuah pemancar yang dinamakan Siaran Radio Indonesia Merdeka. Melalui pemancar tersebut, berita-berita mengenai Indonesia terutama tentang proklamasi Indonesia dapat disiarkan hingga ke luar negeri. Ia juga berperan dalam mendirikan Radio Republik Indonesia yang berdiri pada 11 September 1945.
Setelah menyelesaikan tugasnya itu, ia berpindah ke bidang militer dan memasuki dinas Angkatan Udara Ia diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun pada 1946. Ia turut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Malang. Sebagai Angakatan Udara, ia tidak melupakan profesinya sebagai dokter, ia tetap memberikan kuliah pada Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.

Akhir hidup
Pada saat Belanda mengadakan agresi pertamanya, Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh diperintahkan ke India. Dalam perjalanan pulang mereka mampir di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya. Keberangkatan dengan pesawat Dakota ini, mendapat publikasi luas dari media massa dalam dan luar negeri.
Tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta melalui Singapura, harian Malayan Times memberitakan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi ijin pemerintah Inggris dan Belanda. Sore harinya, Suryadarma, rekannya baru saja tiba dengan mobil jip-nya di Maguwo. Namun, pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian dan akhirnya terbakar.
Peristiwa heroik ini, diperingati TNI AU sebagai hari Bakti TNI AU sejak tahun 1962 dan sejak 17 Agustus 1952, Maguwo diganti menjadi Lanud Adisutjipto.
Abulrachman Saleh dimakamkan di Yogyakarta dan ia diangkat menjadi seorang Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.071/TK/Tahun 1974, tanggal 9 Nopember 1974.
Pada tanggal 14 Juli 2000, atas prakarsa TNI-AU, makam Abdulrahman Saleh, Adisucipto, dan para istri mereka dipindahkan dari pemakaman Kuncen ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU Dusun Ngoto, Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.
Nama Ia diabadikan sebagai nama Pangkalan TNI-AU dan Bandar Udara di Malang. Selain itu, piala bergilir yang diperebutkan dalam Kompetisi Kedokteran dan Biologi Umum (Medical and General Biology Competition) disebut Piala Bergilir Abdulrahman Saleh. (wiki)

Selasa, 24 April 2012

Undang-undang BCB Nomor 11 Tahun 2010

Download UU BCB Nomor 11 Tahun 2010

Jogja-JCM, (24/4). Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah kota yang kaya akan ragam budaya sudah sepatutnya kita semua memaknai pentingnya pelestarian warisan budaya (heritage), maka itu perlu adanya sosialisasi UU BCB untuk bisa memberi "Gaung.." sebuah gerakan pelestarian heritage.
Arti Penting Warisan Budaya (Heritage)
Berbicara masalah kebudayaan, tidak terlepas dari 3 (tiga) perwujudan (Koentjaraningrat) yaitu: Ideologi (ide/gagasan/pemikiran), perilaku (aktivitas manusia), dan tinggalan budaya Budaya materi berwujud maupun tidak berwujud). Tinggalan budaya atau yang lazim disebut warisan budaya merupakan rekaman dasar sebagai bukti dari pemikiran dan aktivitas manusia di masa sebelumnya. Sebagai rekaman dasar tentunya warisan budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan menggali ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dunia pendidikan, pariwisata, dan perekonomian. Sementara itu ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Cerdas, tetapi juga memiliki karakter dan dapat juga dipakai dalam rangka memperkokoh jati diri bangsa. Bangsa yang cerdas tentu akan dapat memanfaatkan setiap peluang yang ada dan mengembangkannya untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Oleh Karena itu, perlu upaya perlindungan dan pengelolaan terhadap warisan budaya bangsa secara optimal dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada.(Joe)

 Kotak Ekskavasi C.Plaosan

Download UU BCB Nomor 11 Tahun 2010

 

Rakyat berbondong-bondong membuat E-KTP

Rakyat antusias dalam pembuatan  E-Ktp

Depok-JCM, (24/4). Antrian panjang pembuatan E-Ktp sudah terjadi sebelum pukul 7.30. Antusias warga dalam pembuatan E Ktp sangat besar, karena pebuatan E-Ktp setelah bulan april akan dikenakan biaya Rp 30.000-Rp.50.000. Hal itu dimanfaatkan masyarakat baik yang sudah mendapat Undangan ke Kecamatan atau yang sudah lewat tanggal undanganya. Saat dikonfirmasi oleh JCM, salah seorang staf pegawai kecamatan memberi kemudahan bagi yang belum mendapat undangan bisa menunjukan fotokopi bukti Kartu keluarga bahwa masuk dalam warga kecamatan diselenggarakan pembuatan E KTP tersebut. ditambahkan juga salah seorang pegawai kecamatan bahwa untuk pemohon E-Ktp yang mengalami cacat fisik didahulukan (jadi kagak usah antri :D), untuk pemohon E-Ktp yang berusia lebih dari 65 tahun dapat mengajukan masa berlaku seumur hidup.

Kantor Kecamatan Depok, Sleman

E-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional.Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup
Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk)
Antrian pemohon E-Ktp


Manfaat dari adanya e-KTP atau KTP Elektronik diharapkan dapat dirasakan sebagai berikut:
1. Identitas jati diri tunggal
2. Tidak dapat dipalsukan
3. Tidak dapat digandakan
4. Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam pemilu atau pilkada

Fungsi dan kegunaan e-KTP adalah :
  1. Sebagai identitas jati diri
  2. Berlaku Nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya;
  3. Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP; Terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
Proses pengambilan data diri (scan retina, cap sidik jari, tanda tangan, foto diri)
E-KTP dilindungi dengan keamanan pencetakan seperti relief text, microtext, filter image, invisible ink dan warna yang berpendar di bawah sinar ultra violet serta anti copy design.
Selanjutnya bagaimana Proses dan Prosedur pembuatan KTP Elektronik atau e-KTP ini ? Proses Pembuatan e-KTP, Kurang Lebih Sama dengan Pembuatan SIM dan Passport (tata cara, prosedur).  Proses tata cara pembuatan KTP Elektronik e- KTP (Secara Umum) :
  • Ambil nomor antrean
  • Tunggu pemanggilan nomor antrean
  • Menuju ke loket yang ditentukan
  • Entry data dan foto
  • Pembuatan KTP selesai
- Penduduk datang ke tempat pelayanan membawa surat panggilan
- Petugas melakukan verifikasi data penduduk dengan database
- Foto (digital)
- Tandatangan (pada alat perekam tandatangan)
- Perekaman sidik jari (pada alat perekam sidik jari) & scan retina mata
- Petugas membubuhkan TTD dan stempel pada surat panggilan yang sekaligus sebagai tandabukti bahwa penduduk telah melakukan perekaman foto tandatangan sidikjari.
- Penduduk dipersilahkan pulang untuk menunggu hasil proses pencetakan 2 minggu setelah Pembuatan.
Persyaratan pengurusan KTP Elektronik
  • Berusia 17 tahun
  • Menunjukkan surat pengantar dari keuchik
  • Mengisi formulir F1.01 (bagi penduduk yang belum pernah mengisi/belum ada data di sistem informasi administrasi kependudukan) ditanda tangani oleh keuchik
  • Foto copy Kartu Keluarga (KK)
Source : http://www.sofilmendo.com/2012/04/cara-pembuatan-ktp-elektronik.html#ixzz1svRhODkX

Senin, 23 April 2012

Tips Menurunkan Berat Badan

Tips menurunkan berat badan alami

1. Pagi makanya cuman 2 sendok nasi ikan tempe, atau diganti dengan 1 kentang rebus yang ukuran sedang minumnya jus jmbu.
2. Selama pagi menjelang siang tidak boleh ngemil, cuma boleh minum air putih 3 liter per hari, kemudiah makan  siang cuman makan sayur sama jus tomat.
3. Makan sore harus tepat jam 5 mkannya terserah boleh nasi boleh yang lain tapi porsi harus separo dari  makanan pada saat sebelum diet.
4. Mulai jam 6 sore sampai malam tidak boleh makan apapun, kecuali minum air putih baru pas pagi diulang dari awal lagi, begitu seterunya...


Sidoarjo-JCM, (23/4). Menurut pengakuan dari yang sudah pernah mencoba , pada awal memulainya memang sangat menyiksa tapi setelah terbiasa maka badan menjadi terasa enak, tidak gampang capek. dalam seminggu diet tersebut dapat membantu menurunkan berat badan sebanyak 2 Kg. (okta)

Minggu, 22 April 2012

Maguwoharjo Tempo Dulu tahun 1920

Maguwoharjo Tempo Dulu (1920)

Maguwo-JCM, (22/4). Maguwoharjo adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Maguwoharjo mempunyai kode pos 55282. Desa Maguwoharjo terletak pada 7º46’21” LS dan 110º25’30” BT, dengan luas wilayah 15.010.800 M2, dan jumlah penduduk 25.125 jiwa.
Di Maguwoharjo terdapat Bandar Udara Adisucipto. Selain Bandar Udara Adisucipto, beberapa obyek vital yang terdapat di wilayah ini diantaranya adalah: Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan Stadion Internasional Maguwoharjo.
Dahulu di sekitar maguwo terkenal dengan daerah perkebunan tebu, dapat dilihat dari bekas rel roly (kereta pengangkut tebu) di sekitar wilayah Maguwo. Pada perang kemerdekaan Maguwo terkenal sebagai daerah pertahanan militer dan merupakan salah satu wilayah yang mendapat gempuran militer dari tentara Belanda, memiliki Lapangan terbang Maguwo yang sangat legendaris dan terkenal. Maguwoharjo juga memiliki pejuang-pejuang kemerdekaan yang tangguh dan gagah berani.

 Adisucipto dan Soedjono

Kawasan Maguwoharjo tahun 1920

 sumber : http://maps.kit.nl/apps/s7#focus

Green Gowess Fun Bike Bandara Adisutjipto

Green Gowess Fun Bike Bandara Adisutjipto

Maguwoharjo-JCM, (22/4). Dalam rangka HUT ke 48 Angkasa Pura Airport Bandara Adisutjipto Jogjakarta, menggelar Fun Bike dan Senam Kebugaran. Tema yang diusung dalam Fun Bike Bandara Adisutjipto adalah menjadikan Merapi lebih hijau dengan bergembira dan lebih dikenal dengan GREEN GOWESS.
Green Gowess Fun Bike Bandara Adisutjipto dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 22 April 2012 jam 06.00 WIB sampai selesai. Tempat start dan finish di Stadion Maguwoharjo Sleman Yogyakarta.
Fun Bike Green Gowes menyajikan hadiah doorprize berupa Doorprize utama adalah 16 Sepeda Motor Suzuki nex. Ditambah lagi doorprize lainnya yaitu :
  • 10 Sepeda Polygon
  • 2 LCD TV 42
  • 10 LED TV 22
  • 10 Goodbag
  • 4 Kulkas
  • 4 Mesin cuci
  • Tiket Pesawat
  • dll
Hadiah Utama

Panas terik tak menyurutkan semangat mereka

Stadion maguwo diserbu "Penikmat" sepeda ontel

Peserta Sepeda Gembira







Jumat, 09 Maret 2012

Penyanyi Campursari Manthous Meninggal Dunia

Gunungkidul-JCM&matarama. Manthous telah meninggal dunia pada pukul 06.30 wib di Jakarta dan jenazah akan dikebumikan hari ini tgl 9 Maret 2012 setelah sholat Jumat di Playen Gunungkidul Yogyakarta.
Mungkin belum banyak yang mengenal sosok Manthous. Laki-laki kelahiran Yogyakarta, 10 April 1950 ini adalah pendiri Campur Sari sekaligus pencipta lagu. Nama Manthous cukup tersohor pada era tahun 1990-an, berkat lagu ciptaannya yang berjudul Getuk. Namun saat berada di puncak kesuksesan, ia mengalami sakit stroke yang menyerangnya dari tahun 2002 silam. Tanpa asuransi yang dimilikinya, kini Manthous hanya menggantungkan hidup dari uang tabungannya. Bagaimana kisahnya?
Siang itu, Senin (7/3), suasana di Perumahan Bukit Pamulang, Ciputat, terlihat lengang. Begitupun dengan suasana rumah milik sang maestro Campur Sari, Manthous (60). “Mari masuk, Mas Manthous sudah menunggu di dalam,” ujar perempuan bernama Utasih (55) yang tak lain adalah istri dari Manthous. Dengan ramah Utasih langsung mempersilahkan masuk ke dalam ruang tamu rumahnya yang memiliki ukuran 3×4 meter persegi.
Di ruang tamu terdapat sofa berwarna hijau muda bermotif bunga yang terlihat sudah agak lusuh, serta sebuah meja terbuat dari kaca. Di atas sofa tersebut Manthous terbaring lemah tak berdaya, akibat sakit stroke yang dialaminya sejak tahun 2002. “Anda siapa?” tanya Manthous dengan bicara agak terbata-bata.
Dengan mengenakan kemeja garis-garis berwarna cokelat dan memakai kain sarung berwarna biru, Manthous terlihat lesu dan lemah. Ia jadi sedikit hilang ingatan, serta lehernya selalu menoleh ke kiri dan kanan. Itu semua akibat dari sakit stroke yang di deritanya, sehingga ia terlihat seperti orang lumpuh. “Karena menderita stroke Mas Manthous jadi nggak bisa ngapa-ngapain,” papar Utasih sambil mengelus pipi suaminya.
Manthous sering meneteskan air mata kalau mengingat masa lalunya, apalagi saat mendengarkan lagu-lagu ciptaannya. Meski Manthous mengalami stroke yang membuat beberapa bagian tubuhnya lumpuh, akan tetapi ia masih bisa berbicara dan berjalan. Pihak keluarga pun sudah berusaha dengan segala cara untuk mengobati Manthous, namun hasilnya tetap nihil. “Keluarga sudah bawa bapak berobat ke dokter, pengobatan alternatif, bahkan dukun, namun semua tidak bisa nyembuhin penyakit bapak,” tutur Utasih sambil meneteskan air mata.
Manthous sendiri lahir di desa Gunung Kidul, Yogyakarta, dan ia adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ia merupakan anak dari pasangan (Alm) Wiryo Atmodjo dan Sumartinah. Kakak Manthous bernama Anti Sugiartini, sedangkan keempat adiknya bernama Harjono, Yunianto, Sutomo, dan Heru. Saat itu ayah Manthous bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Wonosari, Jawa Tengah, sedangkan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Sejak kecil Manthous sudah mempunyai bakat seni bermusik, dan itu ia miliki secara otodidak (bakat alami).
Pada tahun 1957, Manthous kecil bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta. Ketika SMP dan SMA pun ia bersekolah di tempat yang sama, sehingga guru-guru di sekolah sangat mengenal sosok laki-laki yang memiliki nama lengkap Anto Sugiartono. Saat Manthous masih duduk di bangku SMP, ia sudah mendalami seni wayang. Bahkan Manthous selalu menjadi perwakilan sekolah bila ada perlombaan seni wayang.
Setiap pulang sekolah Manthous selalu bermain musik, dan itu ia lakukan hampir setiap hari. Bahkan ia lebih mementingkan bermain musik dari pada pendidikan, maka dari itu ia sering bolos sekolah demi bermain musik. Karena mempunyai obsesi yang kuat untuk menjadi seniman besar, maka pada tahun 1967 ia nekad pergi ke Jakarta. Saat Manthous memutuskan untuk pergi ke Jakarta, ia rela tidak melanjutkan sekolahnya yang kala itu masih duduk di bangku SMA.
Selama di Jakarta Manthous tinggal bersama kakaknya di daerah Jatinegara, Jakarta Pusat. Selain tinggal di rumah kakaknya, terkadang ia juga tinggal di rumah temannya. Saat pertama kali berada di Jakarta, Manthous menjalani berbagai macam jenis pekerjaan. Ia pernah bekerja sebagai kondektur bus, buruh pabrik sendok, montir bengkel motor, hingga pengamen.
Memasuki tahun 1970 keberuntungan mulai berpihak kepada Manthous, karena saat itu ia mulai bergabung dengan group musik bernama Bintang Group Jakarta, pimpinan Budiman B.J. Dengan membawakan tembang-tembang khas Jawa, Bintang Group Jakarta mendapatkan kontrak oleh Hotel Wisma Nusantara, Jakarta. Saat itulah Manthous akhirnya menemukan tambatan hatinya bernama Utasih, yang hingga kini menjadi istrinya. Manthous dan Utasih menikah pada 29 Oktober 1972, kemudian mereka berdua di karunia empat orang anak.
Dari tahun ke tahun Manthous menjalani karier bermusiknya, hingga pada tahun 1992 ia membuat gagasan dengan membentuk group Campur Sari. Sebenarnya group Campur Sari sudah ada jauh sebelum tahun 1992. Namun saat itu Manthous sebagai pencetus musik Campur Sari dengan menggunakan alat yang lebih modern. “Dahulu Campur Sari hanya memakai alat musik tradisional saja, dan akhirnya Mas Manthous coba menggabungkan dengan alat musik yang lebih modern,” jelas Utasih sambil memandang suaminya. Memang berkat Manthous musik Campur Sari jadi lebih berwarna dan tersohor.
Selain pendiri Campur Sari, Manthous adalah pencipta lagu yang handal. Banyak karya-karya Manthous yang laku di pasaran, contohnya seperti lagu Getuk yang dinyanyikan oleh Nurafni, lagu Jamilah yang dinyanyikan oleh Jamal Mirdad, lagu Surga Neraka yang di populerkan oleh Hetty koesendang, dan lagu Kangen yang di nyanyikan oleh penyanyi dangdut Evi Tamala. Untuk satu lagu biasanya Manthous mendapatkan bayaran Rp 1 juta. Sedangkan untuk sekali rekaman ia dapat meraup uang sebesar Rp 200 juta sebagai royalti.
Dengan uang sebanyak itu, Manthous bisa dikatakan cukup sukses dalam kariernya. Saat itu ia menjadi seorang yang kaya raya, hampir semua keinginan yang ia impikan bisa tercapai. Saat itu Manthous bisa membuat studio musik di Gunung Kidul dengan menghabiskan biaya sebesar hampir Rp 1 miliar. Kemudian ia bisa membeli empat buah mobil jenis Toyota Corolla, Toyota Crown, Isuzu Panther, dan sebuah truck untuk mengangkut alat musik. Selain itu ia juga bisa membangun dua rumah di daerah Gunung Kidul dan satu rumah di Pamulang (rumah saat ini).
Namun masa kesuksesan seorang Manthous hanya bertahan selama sepuluh tahun, hingga akhirnya ia menderita sakit stroke. Selain stroke, Manthous juga menderita penyakit diabetes dan darah tinggi. “Karena sakit itulah Mas Manthous jadi nggak bisa ngapa-ngapain lagi, hingga akhirnya karir Mas Manthous mengalami penurunan,” tutur Utasih sedih. Ketika mengalami stroke Manthous sempat tidak sadarkan diri, lalu ia dibawa ke RS Bethesda, Yogyakarta. Di rumah sakit ia menjalani perawatan selama dua minggu, dan menghabiskan dana sebesar Rp 12 juta.
Semenjak mengalami sakit stroke keadaan Manthous sangat memprihatinkan. Ia hanya menghabiskan waktunya di rumah dengan ditemani oleh istri, serta anak dan cucunya. Keluarga sudah berusaha membawa Manthous berobat kemana-mana, namun hasilnya tetap tak ada perubahan. Bahkan keluarga Manthous sering tertipu dengan orang-orang yang berusaha ingin menyembuhkan sakitnya. “Karena ingin Mas Manthous segera sembuh, kami sering tertipu orang dengan iming-iming pengobatan,” ungkap Utasih geram. Sejak kejadian itu keluarga jadi tidak percaya kepada pengobatan alternatif.
Sebagai seniman, Manthous sendiri tidak memiliki asuransi jiwa juga asuransi kesehatan. Dahulu sebenarnya ia sempat memiliki asuransi jiwa, namun karena tertipu Manthous pun memutuskan untuk tidak melanjutkan. “Bapak pernah punya asuransi jiwa tapi karena di tipu, jadi bapak nggak mau lagi pakai asuransi apapun,” terang Utasih.
Kini semua harta Manthous seperti rumah yang di Gunung Kidul dan keempat mobilnya sudah habis terjual. Uangnya tentu saja untuk biaya pengobatan dan menyambung hidup keluarga. Selama ini keluarga hanya mengandalkan uang tabungan yang tersisa. Beruntung ketiga anaknya yang bernama Tatut Dian Ambarwati (37), Ade Dian Chrismastuti (36), dan Denny Dian Nawanina (35) sudah berumah tangga, sehingga bisa mengurangi beban biaya. Biasanya ketiga anaknya yang sudah menikah ini sering membantu untuk masalah keuangan. Sedangkan untuk Anindya Lanu Wardhani (22) saat ini masih kuliah dan berdomisili di Yogyakarta, Jawa Tengah.
Akibat menderita stroke Manthous memang tidak berdaya lagi, bahkan sebagai kepala rumah tangga ia sudah tidak bisa berbuat banyak untuk keluarganya. Ia benar-benar menggantungkan hidup kepada istri dan keempat anaknya. Untuk bantuan dari rekan-rekan artis juga tidak ada, padahal sebagian dari mereka namanya pernah besar berkat Manthous.
Namun keluarga tidak pernah mempermasalahkan itu semua, karena keluarga yakin meski dengan keterbatasan ekonomi mereka bisa menyembuhkan Manthous. Beruntung Manthous memiliki istri dan anak-anak yang dengan setia selalu merawat, serta menemani dirinya. Paling tidak beban penderitaan Manthous sedikit berkurang, karena mendapatkan kasih sayang yang tulus dari keluarga.

Sumber : http://www.matarama.co.id/news/manthous-campursari-meninggal-dunia.html

Kamis, 08 Maret 2012

Dikti Diminta Kaji Syarat Lulus Sarjana

Yogyakarta-JCM&MetroTV. Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) perlu mengkaji ulang syarat kelulusan program strata satu (S1) yang mewajibkan calon sarjana menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Hal itu dikatakan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid, di Yogyakarta, Sabtu (4/2).

"Persyaratan yang tertuang dalam Surat Dirjen Dikti Nomor 152/E/T/2012 tentang Publikasi Karya Ilmiah untuk program S1/S2/S3 yang merupakan salah satu syarat kelulusan yang berlaku mulai Agustus 2012 itu patut mendapatkan apresiasi, tetapi tidak realistis," katanya.

Menurut Edy, untuk saat ini persyaratan tersebut tidak membumi, karena tidak sesuai dengan daya dukung jurnal di Tanah Air. Pasalnya, sedikitnya terdapat 750 ribu calon sarjana setiap tahun di seluruh Indonesia, maka harus ada puluhan ribu jurnal ilmiah di negeri ini.

"Seandainya di Indonesia saat ini ada 2.000 jurnal, dan setiap jurnal terbit setahun dua kali, yang setiap terbit mempublikasikan lima artikel, maka setiap tahun hanya bisa memuat 20.000 tulisan para calon sarjana," kata Edy yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.

Ia mengatakan, meskipun jurnal itu jumlahnya berlipat lima, tetap tidak mampu menampung tulisan ilmiah calon sarjana di Indonesia. Sebab masih ada ratusan ribu calon sarjana yang antre untuk dimuat. Apalagi, jurnal tersebut juga digunakan oleh dosen dan peneliti.

"Meskipun kewajiban itu baru akan berlaku setelah Agustus 2012, tetap sulit dipenuhi. Hingga Oktober 2009 menurut Indonesian Scientific Journal Database terdata sekitar 2.100 jurnal yang berkategori ilmiah yang masih aktif. Dari jumlah itu hanya sekitar 406 jurnal yang telah terakreditasi," katanya.

Menurut dia, gagasan Dirjen Dikti ini cukup inovatif dan merangsang calon sarjana untuk berkarya. Namun, hal itu kurang diperhitungkan dan dipersiapkan secara matang. Jika dipaksakan akan memunculkan penerbitan jurnal asal-asalan yang sekadar untuk memenuhi persyaratan kelulusan S1.

"Jika hal itu terjadi, maka filosofi di balik penerbitan jurnal sebagai media mempublikasikan karya akademik tidak terpenuhi. Jurnal hanya menjadi media formalitas sebagai persyaratan untuk bisa meluluskan sarjana," katanya.

Oleh karena itu, kewajiban tersebut hendaknya dilakukan secara bertahap. Misalnya, secara bertahap kewajiban itu diberlakukan bagi program studi yang terakreditasi A. "Selain itu, Dirjen Dikti juga perlu melakukan simulasi tentang daya dukung dan lulusan sarjana setiap tahunnya," kata Edy.

Surat Dirjen Dikti tertanggal 27 Januari 2012 yang ditujukan kepada rektor/ketua/direktur PTN/PTS seluruh Indonesia itu di antaranya menyatakan untuk lulus program sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. (Ant/Wrt3)

Sumber : http://metrotvnews.com/read/news/2012/02/04/80831/Dikti-Diminta-Kaji-Syarat-Lulus-Sarjana

Sejarah Tugu Jogja

Yogyakarta-JCM&petitabei. Bila datang ke Yogyakarta, dan kebetulan Anda bingung menentukan arah mau ke mana, ada satu patokan yang pasti dikenal oleh seluruh Wong Yogya. Itulah Tugu. Sebuah bangunan monumen sejarah yang terletak di perempatan bertemunya Jalan P Mangkubumi di sisi selatan, Jalan AM Sangaji di sisi utara, Jalan Jenderal Sudirman di sebelah timur, dan Jalan P Diponegoro di sebelah barat. Tugu setinggi 15 meter itu diresmikan pada 3 Oktober 1889 atau 7 Sapar 1819 Tahun Jawa.
Dari Tugu itu pula, maka pendatang dari luar Yogya seolah bisa ”menggenggam” seluruh kawasan kota ini. Tinggal mau ke mana? Semua bisa ditempuh dalam hitungan menit. Yogya kota kecil, Tugu bisa menjadi poros segala arah. Jika kemudian bingung di dalam kota Yogya, silakan kembali ke Tugu. Dijamin Anda tidak bingung lagi!
Asal tahu saja, Tugu itu ternyata juga menjadi salah satu poros imajiner pihak Kraton Yogyakarta. Jika ditarik garis lurus dari selatan ke utara, atau sebaliknya; maka akan ditemukan garis lurus ini: Laut Selatan (konon dikuasai oleh Kanjeng Ratu Kidul, istri Sultan Raja-raja Mataram), Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi.
Bahkan, Sultan sebagai penguasa Kraton Yogyakarta, jika duduk di singgasana di Siti Hinggil Kraton, ia bisa memandang Gunung Merapi di sisi utara. Ikatan magis antara Laut Kidul, Kraton, dan Gunung Merapi hingga saat ini dipercaya oleh Wong Yogya. Oleh sebab itu budaya larungan selalu dilaksanakan pada bulan Sura di Laut Selatan maupun Gunung Merapi oleh pihak Kraton.
Filosofi Berubah
Seiring dengan perjalanan sejarah, Tugu yang sudah berumur 100 tahun lebih itu rupanya akan diubah bentuknya. Perubahan bentuk itu – jika jadi dilakukan — jelas bisa dibilang melanggar undang-undang cagar budaya. Namun apa mau dikata jika yang mau mengubah adalah pihak Kraton Yogyakarta? Tentunya ada alasan kuat yang mendasarinya. Konon, dari catatan sejarah disebutkan, sosok Tugu yang ada sekarang itu sebenarnya telah mengalami perubahan bentuk dari sosok aslinya. Tugu itu semula didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Kerajaan Yogyakarta setelah Mataram Islam yang berpusat di Kartasura terpecah menjadi dua. Sebagian menjadi Kasultanan Yogyakarta, sebagian lagi menjadi Kasunanan Surakarta pada Perjanjian Giyanti tahun 1755. Tugu itu dulu disebut Tugu Golong-Gilig.
Bentuk Tugu Golong-Gilig itu, konon, puncaknya berupa golong (bulatan mirip bola) dan bawahnya berbentuk bulat panjang/silindris atau gilig. Tugu Golong-Gilig tersebut melambangkan tekad yang golong gilig (menyatunya pimpinan/raja dengan rakyatnya). Makna lebih jauh adalah bersatunya raja dan rakyatnya dalam perjuangan melawan musuh maupun menyatu dalam membentuk pemerintahan dalam satu negara. Di sisi lain juga bisa dimaknakan sebagai hubungan antara manusia dengan Sang Khalik.



Jika melihat makna Tugu Golong-Gilig adalah bersatunya antara raja dan rakyat, maka hal itu bisa dimengerti karena pendiri Kerajaan Yogyakarta – kala itu – dikenal sebagai pemberontak yang ingin memisahkan diri dari Kerajaan Mataram Islam yang justru dikuasai penjajah Belanda. Pangeran Mangkubumi (kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I) memilih memberontak dan memisahkan diri daripada kerajaan di bawah pengaruh kekuasaan Belanda.
Pernah Runtuh
Tugu Golong-Gilig semula dibangun setinggi 25 meter. Kemudian karena gempa tektonik pada 10 Juni 1867 atau 4 Sapar Tahun EHE 1284 H atau 1796 Tahun Jawa sekitar pukul 05.00 pagi, tugu itu rusak terpotong sekitar sepertiga bagian. Musibah itu bisa terbaca dalam candra sengkala – sebuah catatan kata yang bermakna angka tahun — Obah Trusing Pitung Bumi (1796).
Tugu itu kemudian diperbaiki oleh Opzichter van Waterstaat/Kepala Dinas Pekerjaan Umum JWS van Brussel di bawah pengawasan Pepatih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V. Lalu tugu baru itu diresmikan HB VII pada 3 Oktober 1889 atau 7 Sapar 1819 Tahun Jawa. Oleh pemerintah Belanda, tugu itu disebut De Witte Paal (Tugu Putih).
Menurut kerabat Kraton Yogyakarta yang juga Kepala Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) Daerah Istimewa Yogyakarta, Raden Mas Haji Tirun Marwito SH; saat ini Kraton Yogyakarta memang sedang mengkaji kemungkinan mengembalikan Tugu Yogya ke bentuk asalnya. ”Bentuk Tugu yang sekarang ini sudah direkayasa oleh pihak penjajah Belanda saat itu. Akibatnya makna filosofinya sudah berubah,” tuturnya.
Saat dibangun kembali oleh pemerintah Belanda itu, di sana ada candra sengkala Wiwaraharja Manunggal Manggalaning Praja atau tahun Jawa 1819 yang berarti pintu menuju kesejahteraan bagi para pemimpin negara. Hal itu jelas bertentangan dengan simbol Golong-Gilig. Oleh sebab itulah maka pihak Kraton Yogyakarta berniat mengubah bentuk tugu yang sekarang.
”Bila nanti rencana itu dilaksanakan, ada beberapa kemungkinan yang akan ditempuh. Misalnya, Tugu Yogya yang ada sekarang ini dipindah dan diletakkan di pinggir jalan sebagai monumen bahwa Tugu Yogya pernah berbentuk seperti itu. Lalu di lokasi tempat tugu itu berada dibangun kembali Tugu Golong-Gilig seperti yang pernah dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I,” kata Tirun.

Sumber :  http://petitabei.wordpress.com/2011/04/01/tugu-jogja/

GEPARI menyerukan Lawan Patriaki dan Kapitalisme

Malioboro-JCM, (8/3). International Womens Day diperingati 8 Maret. TKW yang dipancung, nenek yang dipenjara kerena mencuri kakao, perempuan yang didagangkan (Trafficking, PSK), buruh perempuan dan PRT yang digaji murah dan sering rentan mendapatkan kekerasan fisik maupun psikis, setiap hari disuguhkan media di negri ini. miris memang melihat kenyataan kondisi perempuan di indonesia. komnas Perempuan, mengungkapkan kasus kejahatan seksual 13 tahun belakangan ini menembus angka 93.960 kasus. ini membuktikan kepada kita bahwa perempuan dimanapun berada dan kapanpun tidak bisa merasa aman dan nyaman. Di Yogyakarta, laporan dari berbagai lmbaga menyebutkan angka kekerasan seksual juga sangat tinggi. Rifka Annisa menyampaikan selama tahun 2011 terjadi 43 kasus perkosaan.
 Warga demo menuntut hak-hak mereka

Di parangtritis bantul, rendahnya perempuan yang berpendidikan memakasa perempuan banyak yang terjun kejurang pekerjaan yang sangat merendahkan dirinya, seperti menjadi Pekerja Seks Komersial (Baca;PeDila-Perempuan Yang dilacurkan)
Di Kulonprogo menyampaikan tingginya perkawinan dini di Kulonprogo menjadi satu penyebab kematian ibu meningkat. ini ditunjang oleh ketidak pahaman perempuan-perempuan pedesaan tentang kesehatan reproduksinya. Apalagi jika mempelajari reproduksi masih dianggap tabu oleh masyarakat, sehingga sangat sulit dalam menyadarkan perempuan terhadap hak-hak  kesehatan.
Demokrasi hanya dinilai 5 menit dalam 5 tahun dibilik suara ketika pemilu. sudah demokrasikah sebuah negara jika perempuan masih diperkosa, dilecehkan, dimiskinkan,?

Pada kesempatan International Womens Day (IWD) , GEPARI (Gerakan Perempuan Indonesia) yang terdiri dari Perempuan Mahardika, Hapsari, KPP,PKBI, Pembebasan , PPBI, KPO-PRP, PRD, LMND, PPR, Resista, PPRM, PMKRI, ARMP, dan Kasbi mengajak seluruh perempuan-perempuan indonesia dan rakyat indonesia menuntut kepada negara agar bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan perempuan, adapun tuntutan GEPARI sbb:
1. Tangkap dan adili dan penjarakan pelaku kekerasan seksual
2. Cabut UU dan Perda yang diskriminatif terhadap perempuan
3. Berikan jaminan hukum yang berprespektif pada korban kekerasan seksual
4. Proses peradilan yang berpihak pada korban kekerasan seksual
5. Hentikan pengiriman TKW ke luar negri, negara bertanggung jawab atas lapangan pekerjaan dan upah yang layak untuk perempuan dan rakyat indonesia
6. Cuti haid, cuti hamil dan melahirkan untuk buruh perempuan tanpa PHK
7. Lindungi anak perempuan dari pernikahan dini membahayakan kesehatan reproduksi perempuan
8. Hentikan stigatisasi terhadap perempuan pekerja seks dan remaja jalanan dalam program penanggulangan HIV-Aids
9. Pendidikan dan kesehatan geratis untuk seluruh rakyat indonesia untuk kemajuan tenaga produktif rakyat
10. Lawan patriaki dan kapitalisme penghambat kemajuan perempuan
11. Perempuan berorganisasi, belajar dan berjuang untuk pembebasan perempuan. (ags)